Rabu, Februari 25, 2009

What A Girl Thinks, What A Girl Wants

Cewek itu beda dengan cowok. Bukan cuma soal fisik, tapi juga soal hati. Makanya, sebelum
bergerak, kita musti tau arti cinta bagi seorang cewek. Plus, musti tau juga apa yang dia mau dari sebuah cinta!

Cinta = bond.
Maksudnya jelas bukan tali! Tapi, menurut para cewek, cinta itu sebuah pertalian. Bisa pertalian setiap emosi yang muncul dalam hati. Bisa juga diartikan sebagai pertalian batin dengan orang yang dicintai!

“Coba aja perhatiin mulai dari pertama naksir, pedekate, jadian, hingga putus. Perasaan seneng, sedih, kangen, sakit, muak.... Semua jadi satu! Cinta bisa bikin aku nangis, terus ketawa, terus marah, terus senyum lagi hanya dalam jangka waktu selang lima menit doang lho! Kayak tali yang diikat bersambung gitu...,” gitu kata Devina, anak SMA 70 Jakarta, kelas 3 IPA 7.

“Iya. Ketika udah jatuh cinta, aku pasti akan rela melakukan segala hal untuk orang yang aku cintai. Dan, itu terjadi karena aku udah merasa terikat dengan dia,” sambung Pipit, anak SMA 82 Jakarta, kelas 3 IPA 2.

Cinta adalah sebuah cerita.
Yap. Lantaran banyak emosi yang “bermain” di saat benih-benih cinta bersemi, jelas lah akan banyak peristiwa yang terjadian. Kadang bikin happy, tapi kadang justru bikin snewen, atau bahkan desperate. Pokoknya, kalo diibaratin buku, pasti berseri deh!

“Abis gimana ya? Kejadian-kejadian yang kita alami dalam dunia percintaan tuh nggak pernah stop. Terus aja berjalan! Dari kecil, jadi besar. Dari susah, jadi seneng. Dari penuh dilema, jadi happy ending,” beber Kathya, dari SMA Labschool Rawamangun Jakarta, kelas 2 IPS 2.

“Betul! Malah, kalo menurut aku, cerita cinta tuh jauh lebih seru dibandingkan cerita apa pun. Soalnya, kadang cinta bisa bikin dunia terbalik!” samber Cinta, anak SMA 82 Jakarta, kelas 1 - 3.

Cinta is a “giving”.
Cinta itu bisa dirasakan oleh setiap orang. Tapi, kapan cinta akan datang, nggak ada seorang pun yang tau. Walau perjuangan udah dilakukan sampe titik darah penghabisan, kalo emang belum waktunya datang, cinta nggak bakal datang tuh.

Makanya, Cassey, anak SMA 6 Jakarta, kelas 3 IPS 1 bilang, “Cinta itu pemberian dari Tuhan. Bukan sebuah obsesi!”
Beda tipis dengan Cassey, Manda dari SMA Labschool Kebayoran Jakarta, kelas 2 IPA 2, malah menganggap kalo cinta merupakan keajaiban (bukan sekadar pemberian!) dari Tuhan. Karena:

“Cinta datang tiba-tiba, namun abadi. Bukan yang cuma mampir sesaat! Yang mampir sesaat buat aku belum sampe taraf cinta. Itu masih sebatas sayang aja,” kata Manda, serius.

Cinta merupakan sebuah keseriusan.
What??? Hari gini ngomong keseriusan?!

Jangan gitu, bro! Secara logika, cinta bagi orang seumuran kita emang nggak harus dilakoni secara serius. Maksudnya, nggak harus mikir sampe ke masa depan lah! Sebab, masa muda justru waktunya buat “berkenalan” dengan sebanyak-banyaknya lawan jenis, supaya begitu tiba waktunya harus mikir masa depan jadi nggak salah milih.

But, buat mayoritas cewek ternyata nggak begitu tuh! Meski serius yang mereka maksud nggak merujuk pada married, cewek-cewek tetap menganggap bahwa ketika cinta datang, pikiran dan perasaan harus fokus ke satu orang itu aja!

“Cinta itu bukan permainan, walau sering kali kita tergoda untuk memainkannya,” cetus Tasya, dari SMA Tarakanita Jakarta, kelas 3 IPS 2.

Bukan cuma Tasya yang berpendapat begitu. Michelle teman satu sekolah Tasya juga punya pendapat yang sama.

“Menurut aku, cinta adalah perasaan yang tulus keluar dari dalam hati. Nggak dibuat-dibuat! Itu sebabnya, nggak bisa pilih-pilih!” beber Michelle, serius.

Terusin Bacanya Aah...

Rabu, Februari 18, 2009

About Infrared Photography


Jangan Lupa Hal Mendasar Dari Fotografi

Seperti di singgung sedikit di bagian pendahuluan di atas, fotografi IR sebaiknya dipraktekan sama dengan fotografi biasa. Artinya:
[1] Tetap perhatikan komposisi
[2] Tetap perhatikan metering, jangan sampai terlalu under atau over exposure
[3] Tetap perhatikan focus
[4] Tetap perhatikan unsur unsur fotografi lainnya seperti POI, pattern, garis, pola, sudut bidik, arah lighting, dll
[5] Tetap punya konsep. Foto yang mau kita buat untuk tujuan apa. Tentunya untuk motret model, beda approach nya dengan motret HI. Untuk motret model, kita bisa coba bermain main dengan exposure, bisa coba ubah ubah WB, ubah DOF, dll. Tapi kalau kita mau hunting HI, tentunya persiapan kamera dari awal adalah wajib, sudah set dulu ISO yang tepat, WB nya sudah dipilih yang tepat, dll sehingga kita bisa menangkap moment dengan maksimal. Kadang sering kita lupa, setelah motret, momentnya bagus, tapi ISO nya nggak tepat, lupa mengubah dari ISO1600 ke ISO 200 misalnya, fotonya jadi kurang maksimal.
[6] Pembagian bidang dalam foto IR. Saya suka sekali menggunakan IR untuk foto landscape yang ada langit dan danau. Kenapa? Karena secara komposisi dan visualisasi, akan terdapat pembagian ruang yang menarik di foto, tidak monoton. Kalau kita motret di hutan pakai IR, maka isi dari foto akan daun semua dengan warna yang seragam, jadi kurang menarik.
[7] dll�..silahkan tambah sendiri�


C Begin with the End

Selalu memulai dengan apa yang ingin kita capai, apa hasil akhir yang ingin kita capai. Baik itu waktu pemotretan maupun sebelum kita mulai mengolah foto.

Sebelum pemotretan, ada baiknya kita sudah membayangkan, nanti foto ini mau dijadikan seperti apa. Dari situ, kita akan membuat konsep yang lebih baik.

Sebelum mengolah foto, sama juga, kita sudah membayangkan, nanti hasil akhirnya mau seperti apa. Ada bagusnya hal ini nyambung juga sama konsep kita waktu sebelum pemotretan.

Yang saya sering lakukan adalah lebih sering melihat foto foto orang lain bahkan lukisan, untuk mendapatkan ide nanti hasil akhirnya maunya seperti apa.

Contoh saja, waktu memotret model di outdoor, sebelum mengatur posisi model, kita bisa membayangkan dulu nanti hasil akhirnya maunya seperti apa. Dari mana arah lighting, nanti di olahnya seperti apa. Bagaimana BGnya, kalau misalnya nanti modelnya mau di gabung dengan BG yang beda, tentunya akan lebih bagus kalau memotret model dengan BG bright agar mudah di copy dan di gabung dengan BG yang lain.

Waktu mengolah fotopun biasanya kita sudah punya bayangan, nanti tone colornya mau seperti apa. Sehingga waktu nanti mengolah foto, akan lebih mudah untuk mengarahkan olahan foto kita. Dalam mengolah beberapa foto infrared saya, untuk masalah tone warna, saya mencontoh warna dari lukisan, saya kebetulan punya beberapa buku lukisan luar negeri. Kebanyakan pelukis sangat pandai dalam bermain dengan warna.


D Bahan Mentah Foto Infrared

Untuk foto infrared, perlu diperhatikan hal hal berikut:

[1] Selalu motret dengan RAW. Kalau dengan RAW, kita masih bisa edit file RAW nya sampai matang sebelum kita pindahkan ke JPG dan diolah dengan PSCS3.

[2] Bagi saya tidak ada standard bagaimana file RAW yang benar, karena ini tergantung dengan selera yang bisa di salurkan melalui setting White Balance di kamera. Kita bisa preset WB ke dinding putih, atau ke langit biru atau ke daun hijau. Hasil pemotretan foto infrared dengan berbagai settingan WB akan menghasilkan hasil yang berbeda beda.

Karena saya suka bermain dengan warna, saya kurang menyukai RAW yang terlalu pekat ke arah coklat tua dan gelap, yang mungkin cocok buat yang suka bermain dengan Black and White

Saya lebih menyukai file RAW yang sedikit kemerahan, dan daunnya kearah ungu /cyan.

E. Tone IR � full infrared

Karena saya menggunakan full infrared, saya hanya membahas full infrared di sini.

Tone IR full infrared sangat tergantung pada:
- Preset white balance (WB)
- Sudut bidik
- Kondisi lighting

Dengan kamera Nikon D50, anda dengan mudah bisa preset WB sesuka anda, ke bidang putih, ke langit biru, ke daun hijau, ke bidang coklat, atau kemana saja yang anda bisa coba dan kemudian bisa di lihat efeknya. Karena saya menggemari olah tone IR yang berwarna cerah, saya lebih cocok dengan preset WB ke daun hijau. Contoh file file yang saya pakai di sini semuanya adalah hasil preset WB ke daun hijau

Sudut bidik juga mempengaruhi tone IR. Anda bisa coba dengan membelakangi matahari, menyamping dan sedikit frontal ke arah matahari kemudian bandingkan hasilnya. Saya lebih suka dengan menyamping dimana matahari jatuh dari samping karena selain menimbulkan dimensi dari foto, juga warna merah kecoklatan lebih keluar. Kalau membelakangi matahari, cendedrung lebih pekat dan mengharah ke coklat tua. Saya kurang tahu secara teknis, tapi sudah beberapa kali saya coba, ternyata memang ada bedanya.

Selain itu kondisi lighting juga sangat mempengaruhi. Matahari yang terlalu keras di siang tengah hari akan membuat kontras yang tinggi dan juga sinar infrared sangat full terserap sehingga cenderung pekat. Tapi sinar matahari sore akan lebih lembut, kontras tidak terlalu tinggi. Warna merah dan kuning juga lagi keluar

Bisa dilihat dari contoh contoh foto foto berikut ini. Tone IR seperti ini yang saya sukai, mudah untuk pengolahan lebih lanjut.
Jangan Lupa Hal Mendasar Dari Fotografi

Seperti di singgung sedikit di bagian pendahuluan di atas, fotografi IR sebaiknya dipraktekan sama dengan fotografi biasa. Artinya:
[1] Tetap perhatikan komposisi
[2] Tetap perhatikan metering, jangan sampai terlalu under atau over exposure
[3] Tetap perhatikan focus
[4] Tetap perhatikan unsur unsur fotografi lainnya seperti POI, pattern, garis, pola, sudut bidik, arah lighting, dll
[5] Tetap punya konsep. Foto yang mau kita buat untuk tujuan apa. Tentunya untuk motret model, beda approach nya dengan motret HI. Untuk motret model, kita bisa coba bermain main dengan exposure, bisa coba ubah ubah WB, ubah DOF, dll. Tapi kalau kita mau hunting HI, tentunya persiapan kamera dari awal adalah wajib, sudah set dulu ISO yang tepat, WB nya sudah dipilih yang tepat, dll sehingga kita bisa menangkap moment dengan maksimal. Kadang sering kita lupa, setelah motret, momentnya bagus, tapi ISO nya nggak tepat, lupa mengubah dari ISO1600 ke ISO 200 misalnya, fotonya jadi kurang maksimal.
[6] Pembagian bidang dalam foto IR. Saya suka sekali menggunakan IR untuk foto landscape yang ada langit dan danau. Kenapa? Karena secara komposisi dan visualisasi, akan terdapat pembagian ruang yang menarik di foto, tidak monoton. Kalau kita motret di hutan pakai IR, maka isi dari foto akan daun semua dengan warna yang seragam, jadi kurang menarik.
[7] dll�..silahkan tambah sendiri�


C Begin with the End

Selalu memulai dengan apa yang ingin kita capai, apa hasil akhir yang ingin kita capai. Baik itu waktu pemotretan maupun sebelum kita mulai mengolah foto.

Sebelum pemotretan, ada baiknya kita sudah membayangkan, nanti foto ini mau dijadikan seperti apa. Dari situ, kita akan membuat konsep yang lebih baik.

Sebelum mengolah foto, sama juga, kita sudah membayangkan, nanti hasil akhirnya mau seperti apa. Ada bagusnya hal ini nyambung juga sama konsep kita waktu sebelum pemotretan.

Yang saya sering lakukan adalah lebih sering melihat foto foto orang lain bahkan lukisan, untuk mendapatkan ide nanti hasil akhirnya maunya seperti apa.

Contoh saja, waktu memotret model di outdoor, sebelum mengatur posisi model, kita bisa membayangkan dulu nanti hasil akhirnya maunya seperti apa. Dari mana arah lighting, nanti di olahnya seperti apa. Bagaimana BGnya, kalau misalnya nanti modelnya mau di gabung dengan BG yang beda, tentunya akan lebih bagus kalau memotret model dengan BG bright agar mudah di copy dan di gabung dengan BG yang lain.

Waktu mengolah fotopun biasanya kita sudah punya bayangan, nanti tone colornya mau seperti apa. Sehingga waktu nanti mengolah foto, akan lebih mudah untuk mengarahkan olahan foto kita. Dalam mengolah beberapa foto infrared saya, untuk masalah tone warna, saya mencontoh warna dari lukisan, saya kebetulan punya beberapa buku lukisan luar negeri. Kebanyakan pelukis sangat pandai dalam bermain dengan warna.


D Bahan Mentah Foto Infrared

Untuk foto infrared, perlu diperhatikan hal hal berikut:

[1] Selalu motret dengan RAW. Kalau dengan RAW, kita masih bisa edit file RAW nya sampai matang sebelum kita pindahkan ke JPG dan diolah dengan PSCS3.

[2] Bagi saya tidak ada standard bagaimana file RAW yang benar, karena ini tergantung dengan selera yang bisa di salurkan melalui setting White Balance di kamera. Kita bisa preset WB ke dinding putih, atau ke langit biru atau ke daun hijau. Hasil pemotretan foto infrared dengan berbagai settingan WB akan menghasilkan hasil yang berbeda beda.

Karena saya suka bermain dengan warna, saya kurang menyukai RAW yang terlalu pekat ke arah coklat tua dan gelap, yang mungkin cocok buat yang suka bermain dengan Black and White

Saya lebih menyukai file RAW yang sedikit kemerahan, dan daunnya kearah ungu /cyan.

E. Tone IR � full infrared



Karena saya menggunakan full infrared, saya hanya membahas full infrared di sini.

Tone IR full infrared sangat tergantung pada:
- Preset white balance (WB)
- Sudut bidik
- Kondisi lighting

Dengan kamera Nikon D50, anda dengan mudah bisa preset WB sesuka anda, ke bidang putih, ke langit biru, ke daun hijau, ke bidang coklat, atau kemana saja yang anda bisa coba dan kemudian bisa di lihat efeknya. Karena saya menggemari olah tone IR yang berwarna cerah, saya lebih cocok dengan preset WB ke daun hijau. Contoh file file yang saya pakai di sini semuanya adalah hasil preset WB ke daun hijau

Sudut bidik juga mempengaruhi tone IR. Anda bisa coba dengan membelakangi matahari, menyamping dan sedikit frontal ke arah matahari kemudian bandingkan hasilnya. Saya lebih suka dengan menyamping dimana matahari jatuh dari samping karena selain menimbulkan dimensi dari foto, juga warna merah kecoklatan lebih keluar. Kalau membelakangi matahari, cendedrung lebih pekat dan mengharah ke coklat tua. Saya kurang tahu secara teknis, tapi sudah beberapa kali saya coba, ternyata memang ada bedanya.

Selain itu kondisi lighting juga sangat mempengaruhi. Matahari yang terlalu keras di siang tengah hari akan membuat kontras yang tinggi dan juga sinar infrared sangat full terserap sehingga cenderung pekat. Tapi sinar matahari sore akan lebih lembut, kontras tidak terlalu tinggi. Warna merah dan kuning juga lagi keluar

Bisa dilihat dari contoh contoh foto foto di atas. Tone IR seperti ini yang saya sukai, mudah untuk pengolahan lebih lanjut.

Terusin Bacanya Aah...

Selasa, Februari 17, 2009

Portofolionyahhh Photografer Niee. . .





Terusin Bacanya Aah...

Rabu, Februari 11, 2009

Portofolio Darwis Triadi School of Photography





Terusin Bacanya Aah...

Behind The Lens



For the love of lights
mankind chase and try to capture it.
For the joy that light brings,
people play with it.
And for the sake of the joy
immortalize the moment
in a single piece of paper :
a photograph.




Fotografi yang saya kenal adalah melukis dengan cahaya.
Di benak saya sinonim terdekat dari melukis adalah menggambar.
Konon menggambar adalah pekerjaan kanak-kanak.
Manusia sebelum mengenal baca-tulis akan menggambar terlebih dahulu.

Maka demikianlah proses yang saya pahami dalam fotografi,...
menjadi kanak-kanak.
Mengerjakannya dengan penuh semangat dan suka cita.
Tertawa-tawa dan basah berkeringat seperti kanak-kanak.
Sederhana dan penuh keceriaan.
Demikianlah saya memahami fotografi.


Dimas Yudo Pratomo

Terusin Bacanya Aah...

Rabu, Februari 04, 2009

Macro Photography? Dibuat agak murah.


Kemarin pas iseng lihat-lihat foto di FN, saya tertarik pada beberapa foto makro yang ?cuma? pakai lensa 50 mm dibalik itu. Sayangnya, biar sudah dibaca semua keterangan dari foto-foto tersebut, saya masih tetap kurang mengerti duduk lensa tersebut. Akhirnya saya berkelana di internet dari satu website ke website lainnya, dan hasilnya saya sharing dengan teman-teman di sini, siapa tahu ada yang tertarik mencoba. Mohon dimaklumi kekurangan-kekurangan pada tulisan ini, saya cuma menuliskan apa yang saya baca dengan bahasa saya sendiri, jadi saya sendiri belum pernah mempraktekkan apa yang saya tulis ini. Mungkin rekan-rekan lainnya yang ada ?jam terbang?, punya lebih banyak cerita.Yang mahal-mahal?Macro Photography itu mahal karena selain menggunakan lensa makro, harus juga dilengkapi flash, dan tripod atau monopod. Yang serius, peralatannya lebih heboh lagi. Ada cable release, flash bracket, flash sync cord, flash difusser atau flash bouncer, dan focusing rail. Untuk hasil magnification yang paling ekstrim, kamera dihubungkan ke mikroskop dengan menggunakan custom made adapter.Mengapa harus menggunakan begitu banyak peralatan? Sifat dari lensa makro dan filter close-up adalah memperbesar obyek foto dari ukuran sebenarnya atau magnification. Magnification ini mengurangi depth of field (apa ya bahasa Indonesianya? Ruang tajam gambar? Wilayah yang fokus?) hingga DOF kadang menjadi tipis sekali. Itulah sebabnya, di keterangan teknis pada foto-foto makro rekan-rekan kita ini, F-nya pasti F8 ke atas. Mereka harus memasang bukaan diafragma sekecil-kecilnya untuk memperoleh DOF selebar-lebarnya. Disini flash (external, TTL) menjadi peralatan yang nyaris mutlak untuk mendapatkan shutter speed yang normal, apalagi jika mengingat kebanyakan obyek dari macro photography adalah mahluk hidup seperti serangga yang tidak bisa diduga gerakannya. Flash tidak diperlukan jika pemotretan dilaksanakan outdoor pada saat matahari bersinar menyilaukan.Magnification menyebabkan tripod/monopod dan cable release menjadi perlengkapan yang penting sekali pada macro photography untuk meniadakan getaran pada kamera, walaupun tidak mutlak. 90% dari foto-foto macro dari Mark Plonsky diperoleh dengan cara handheld, dengan menumpukan lengan pada lutut atau pada benda-benda di sekitar obyek seperti pohon, pagar. Kadang-kadang, jikalau keadaan memungkinkan, ia meletakkan kameranya pada barang-barang di sekitar seperti potongan kayu dan lain sebagainya. Flash bracket digunakan untuk memperoleh sudut lighting yang natural. Tidak mutlak sih. Mas Irwansyah Syukri hanya menggunakan flash sync cord untuk menghubungkan hot shoe dengan flash-nya, lalu minta istrinya memegangi flash-nya, seperti pada foto semut. Tapi kalau kerja sendirian, flash bracket itu mutlak untuk menghindari bayangan lensa pada obyek foto karena obyek foto terletak sangat dekat dengan lensa dan untuk menghindari efek dua dimensi yang disebabkan penggunaan flash frontal dari body kamera baik internal flash maupun external flash pada hot-shoe. Flash bouncer atau flash difusser digunakan untuk mengurangi atau menyebarkan kekuatan cahaya flash. Lho, katanya tadi kurang cahaya, kok sekarang malah kekuatan cahayanya dikurangi/disebar? Tanpa flash bouncer (bisa diganti dengan selembar kertas putih) atau flash difusser (bisa diganti dengan?maaf?kata teman-teman di YM-FN: kondom, walau ngga jelas ini beneran atau bercanda) cahaya yang jatuh pada obyek yang terletak sangat dekat dengan lensa, yang berarti flash-nya juga sangat dekat dengan obyek, akan terlalu kuat dan tidak tersebar merata sehingga foto menjadi OE sebagian. Focusing rail digunakan untuk memudahkan pemokusan dengan memaju-mundurkan body kamera tanpa perlu memindah-mindah tripod yang sudah dipasang rapi.Yang murah yang mana?Ini dia yang asik.Setelah saya baca 2 artikel dan beberapa online discussion, dari segi peralatan optiknya ternyata ada banyak variasi setelan untuk macro photography:Versi 1Yang paling sederhana dan mahal adalah penggunaan lensa makro (>$100), jadi bodi kamera plus lensa makro. Versi 2Lalu ada penggunaan dioptre(=filter makro=close-up lens, US$30-150), jadi bodi kamera plus lensa (kadang lensa makro, kadang lensa biasa atau zoom) plus kepingan-kepingan kaca tersebut. Dioptre boleh ditumpuk-tumpuk sampai beberapa keeping sekaligus. Mark Plonsky pernah memakai sampai kekuatan total +27. Semakin banyak yang dipakai, semakin besar kekuatan magnification-nya. Tapi semakin banyak yang dipakai, semakin berkurang kualitas gambarnya. Versi 3Menggunakan lensa tambahan yang diposisikan terbalik sehingga fungsinya berubah menjadi kaca pembesar (kekuatan total sekitar +25). Cara memasangnya dibalik, muka lensa ditempelkan ke coupling ring, lalu dipasang ke lensa lain yang sudah terpasang pada body, sementara ?pantat? lensa menjadi ujung luar tempat masuknya cahaya. Setelannya menjadi bodi kamera plus lensa tele atau zoom (posisi normal), macro coupling ring (=macro coupler=face to face adapter, US$ 8-15), fast lens (F/1.8 atau yang lebih cepat lagi, sedikit catatan: lensa fixed 50 mm f/1.4 banyak digemari) dengan posisi terbalik. Kadang-kadang, step-down ring (US$ 7-10) juga diperlukan jika lensa pertama dan lensa kedua diameternya berbeda. Beberapa fotografer malah melekatkan dengan lem dua ring filter yang sudah dicopot kacanya sebagai coupling ring.Versi 4Menggunakan satu lensa saja (lensa-lensa ringan), tapi posisinya dibalik. Dihubungkan ke bodi kamera dengan menggunakan reversing attachment bayonet (contoh: Nikon bayonet mount adapter ring US$22). Step-down ring kadang-kadang juga diperlukan.Bagaimanakah setelan yang terbaik dan agak nyaman di kantong?Menurut Plonsky, ini tergantung selera saja. Kalau kita sudah punya beberapa lensa, bisa kita coba-coba sendiri mengintip dari dua lensa. Tidak usah beli coupling ring-nya dulu, pegang saja kedua lensa dengan tangan, atau diselotip. Lebih bagus lagi, kita jalan-jalan ke toko, lalu mencobai lensa-lensa yang ada di sana, cari mana yang kira-kira magnification dan kualitas gambarnya paling kena di hati.Untuk yang ingin segera main ke toko, hati-hati dengan istilah-istilah aksesoris yang saya sebutkan di sini. Terus terang setiap toko, website, fotografer ternyata punya istilah berbeda untuk sebuah aksesoris kecil. Dalam menulis artikel ini saya harus double check ke adorama.com dan bhphotovideo.com untuk cari judul dari barang tersebut yang lebih dikenal umum. Jadi yang saya gunakan di sini adalah istilah-istilah yang digunakan di toko-toko tersebut. Toko-toko di Indonesia atau Singapura, bisa jadi punya nama-nama yang berbeda lagi untuk barang yang sama.Sudah? Begitu saja?Ya belum laaaaah?Setelah saya baca artikel Mark Plonsky dan Guy Parsons, saya angkat topi buat semua pehobi macro photography. Gile?susah ya ternyata macro photography itu. Bagaimana tidak susah, hampir semuanya dikerjakan secara manual! Buat saya yang apa-apa serba ?vary mode? (hehehehehe) nyerah deh kalo harus nyetel-nyetel segala macam setelan sambil mengejar kumbang. Yang ada kumbangnya ngetawain saya.Untuk selanjutnya silakan baca kedua artikel di bawah ini. Berhubung tidak punya peralatannya, agak sulit buat saya kalau belajarnya hanya dari membayangkan.

Terusin Bacanya Aah...